PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI
A. Pengertian
Ideologi
Istilah ideologi berasal
dari kata idea dan logos.Idea berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, dan
cita-cita. Kata idea berasal
dari kata bahasa yunani, eidos yang berarti bentuk atau idein yang berarti melihat. Idea
dapat diartikan sebagai cita – cita, yaitu cita-cita yang bersifat tetap dan
akan dicapai dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, cita – cita ini pada
hakikatnya merupakan dasar, pandangan, atau faham yang diyakini kebenarannya. Sedangkan logos berarti ilmu. Secara
harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran
tentang pengertian – pengertian dasar.
Istilah “ideologi”pertama
kali dilontarkan oleh seorang filusuf perancis, Antoine Destutt de Tracypada tahun 1796 sewaktu revolusi
perancis tenga menggelora (christenson, et.al., 1971:3). Tracymenggunakan istilah ideologi
guna menyebut suatu studi tentang asal mula, hakikat, dan perkembangan ide-pde
manusia atau yang sudah dikenal sebagai “science
of Ideas”. Gagasan ini diharapkan dapat membawa perubahan
institusional dalam masyarakat perancis. Namun napoleon mencemoohnya sebagai
suatu khayalan yang tidak memiliki nilai praktis. Pemikiran Tracy ini mirip dengan impian Leibnits yang disebut one great system truth (Pranarka,
1987)
Pokok – pokok pikiran yang
perlu dikemukakan mengenai ideologi adalah sebagai berikut :
1. Ideologi merupakan
sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku manusia. Kecuali itu.
Ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaiatan dengan tertib sosial
dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib
sosial dan politik yang bersangkutan.
2. Bahwa ideologi,
disamping mengemukakan program juga menyertakan strategi guna merealisasikannya.
3. Ideologi dapat
dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat mempersatukan manusia,
kelompok, atau masyarakat, yang dapat selanjutnya diarahkan pada terwujudnya
partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
4. Bahwa yang bisa
merubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran itu dalam
berbagai lembaga politik dan kemasyarkatan.
B. Karakteristik dan
Makna Ideologi bagi Negara
Dalam memahami ideologi
dan ideologi politik tidaklah hanya melihat dari sosok pengertiannya tetapi
memahami ideologi dapat ditemukan dari karakteristiknya. Beberapa karakteristik
suatu ideologi, antara lain :
1. Ideologi sering muncul dan
berkembang dalam situasi krisis
Situasi krisis, dimana
sara pandang, dimana cara berfikir dan cara betindak yang sebelumnya dianggap
umum dan wajar dalam suatu masyarakat telah dianggap seagai suatu yang tidak
dapat diterima lagi. Keadaan semacam ini akan mendoroong munculnya suatu
ideologi. Jika manusia, kelompok, ataupun masyarakat mulai meraakan bahwa
berbagai kebutuhan dan tujuan hidupnya tidak dapat direalisasikan, maka
kesalahan pertama seringkali ditimpakan pada ideologi yang ada.Berangkat dari
kondisi yang serba kalut yang dicirikan oleh menghebatnya ketegangan sosial
mengakibatkan bangkitnya suatu ideologi yang mampu menjanjikan kehidupan yang
lebih baik.
2. Ideologi merupakan pola pemikiran
yang sistematis
Ideologi pada
dasarnyamerupakan ide atau gagasan yang dilemparkan atau ditawarkan
ditengah-tengah arena perpolitikan. Oleh karena itu ideologi harus disusun
secara sistematis agar dapat diterima oleh warga masyarakat secara rasional.
Sebagai ide yang hendak mengatur tertib hubungan masyarakat maka ideologi
biasanya menyajikan penjelasan dan visi mengenai kehidupan yang hendakl
diwujudkan.
3. Ideologi mempunyai ruang lingkup
jangkauan yang luas, namun beragam
Dilihat dari dimensi
horizontal, ideologi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, mu;lai dari
penjelasan-penjelasan yang berdifat parsial sampai kepada gagasan-gagasan yang
komprehensif. Dengan demikian ideologi dapat memberikan gambaran tentang
masyarakat bangsa yang akan direalisasikan dnngan pola perilakunya. Ideologi
juga dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan keberhasilan suatu
negar adalam membangun masyarakatnya. Sehingga ideologi dapat dijadikan sebagai
parameter dalam mengukur keberhasilan suatu negara.
4. Ideologi mencakup beberapa strata
pemikiran dan panutan
Dilihat dari dimensi
vertikal, ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan, mulai dari
konsep yang kompleks dansophisticated sampai
dengan slogan – slogan tertentu sesuai dengan tingkat pemahaman dan
perkembanagan masyarakatnya.
C. Fungsi Ideologi
Tumbuhnya keyakinan dan
kepercayaan terhadap ideologi tertentu barangkali bukan satu-satunya cara
melalui mana manusia bisa memformulasikan dan mengisi kehidupannya. Ideologi
juga bisa memainkan fungsinya dalam mengatur hubungan antara manusia dan
masyarakatnya. Untuk itu ideologi dapat membantu anggota masyarakat dalam upaya
melibatkan diri dalam berbagai sektor kehidupan. Disamping fungsinya yang umum,
ideologi juga memiliki fungsi yang bersifat khusus, seperti :
1. Ideologi berfungsi
melengkapi struktur kognitif manusia
Sebagai sistem panutan, ideologi pada
dasarnya merupakan formulasi ide atau gagasan melalui mana manusia dapat
menerima, memahami, dan sekaligus mengintepretasikan hakikat ini. Orientasi
kognitif dari suatu ideologi dapat membantu untuk menghindarkan diri dari sikap
ambiguitas, sekaligus memberikan kepastian dan rasa aman dalam mengarungi
kehidupannya. Jika manusia dapat melihat ada kekuasaan atau kekuatan yang sulit
diprediksikan, maka ideologilah satu-satunya tempat berlindung.
2. Ideologi sebagai
panduan
Sebagai suatu panduan, ideologi mencanangkan
seperangkat patokan tentang sebagaimana manusia seharusnya bertingkah laku,
disamping tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Seiring dengan fungsinya,
ideologi menyajikan saluran – salura yang dapat dipakai untuk mewujudkan ambisi
pribadi atau kelompok, hak dan kewajiban dan parameter yang menyangkut harapan
pribadi dan anggota masyarakat. Ideologi juga dapat memberikan batasan tentang
kekuasaan, tujuan, dan organisasi yang berkaitan dengan masalah – masalh politik.
Dengan demikian, fungsi ideologi bagi suatu negara bukan sekedar sebagai
standar pertimbangan dalam memilih berbagai alternatif, melainkan menyertakan “a sense of self-justification”,
cara-cara mengevaluasi tingkah laku para anggotanya, dan memberikan kerangka
landasan bagi legitimasi politik (kekuasaan)
3. Ideologi berfungsi
sebagai lensa, melalui mana seseorang dapat melihat dunianya, sebagai cermin,
melalui mana seseorang dapat melihat dirinya, dan sebagai jendela melalui mana
orang lain bisa melihat diri kita
Ideologi merupakan salah
satu alat bagi seseorang atau bangsa untuk mengenal dan melihat dirinya
sendiri, dan mengharapkan orang lain untuk bisa melihat dan
menginterprestasikan tindakannya yang didasarkan atas ideologinya. Dengan
demikian, ideologi merupakan potret diri pribadi memberikan gambaran tentang
manusia dan masyarakat yang diharapkan. Inilah fungsi penting ideologi bagi
suatu bangsa dan negara.
4. Ideologi berfungsi
sebagai kekuatan pengendali konflik, sekaligus fungsi integratif
Dalam level personal, ideologi dapat membantu setiap
individu dalam mengatasi konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri ataupun
dalam hubungannya dengan orang lain. Di sisi lain, ideologi dapat mengikat
kebersamaa dengan cara mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan individu.
Dalam kehidupan masyarakat, ideologi juga dapat berfungsi membatasi terjadinya
konflik. Guna menjamin kontinuitas dan usaha – usaha bersama, suatu masyarakat
tidak saja memerlukan pengendalian konflik, tetapi juga memerlukan adanya
integritas secara politis dari para anggotanya. Melalui ideologi setiap anggota
masyarakat mampu mengetahui ide, cita-cita, tujuan atau harapan-harapan
dari masyarakatnya.
D. Perbandingan Ideologi
Kajian tentang ideologi terasa kurang
lengkap tanpa mengkaji ideologi-ideologi besar yang berpengaruh di dunia. Oleh
karena itu maka pada bagian ini akan disajikan uraian singkat tentang beberapa
ideologi tersebut.
1. Agama sebagai ideologi
Dalam batasan –batasan tertentu, agama dapat
dijadikan sebagai ideologi. Pada saat ini masih ada beberapa kelompok
masyarakat, bangsa atau negara yang menempatkan agama sebagai ideologi .
misalnya, negara vatikan di roma dan beberapa agama islam. Penempatan agama
sebagai ideologi bukan suatu hal yang keliru,bahkan dapat dikatakan sebagai
praktik yang didasarkan pada nilai kebenaran yang sangat tinggi. Namun, yang
paling penting adalah memikirkan agar penerapannya dapat diterima oleh semua
anggota masyarakat bangsanya. Lebih-lebih apabila dikaitkan dengan kenyataan
bahwa hampir tidak ada masyarakat yang homogen (satu keyakinan).
Pada abad ke 17, peranan agama sebagai
ideologi mulai menurun seiring dengan berkembangnya aliran-aliran baru di
eropa, seperti : 1) Aufklarung, 2) Renaissance, 3) Rasionalisme, 4) Empirisme,
dan 5) Realisme. Namun demikian sampai sekarang masih ada yang menjadikan agama
sebagai ideologi negara, seperti Arab Saudi, Iran dengan ideologi Islam dan
vatikan dengan agama katolik sebagai ideologi.
2. Liberalisme
Menurut pandangan liberalisme, negara dan
politik hanya menempati salah satu bagian dan bukan persoalan pokok dalam
kehidupan manusia. Tujuan negara semata – mata hanay mempertahankan negara
apabila ada gangguan atau serangan dari negara lain. Fungsi negara tidak lebih
dari mempertahankan hukum dan ketertiban masyarakat. Rumusan yang sesuai denga
cita-cita ini adalah the
government is the best which govern the best.
Liberalisme memiliki pandangan tersendiri
terhadap hak dan kebebasan warga negara. Ia mendukung pengakuan hak-hak asasi
manusia sepanjang tidak mengganggu hak-hak orang lain. Pandangan ini pada dasarnya
sama dengan yang dikembangkan bangsa indonesia melalui ideologi pancasila.
Dengan demikian, negara paling tidak harus memberikan jaminan kepada setiap
warganegara untuk memilih dan menentukanagama dan kepercayaan sendiri,
berbicara dan mengemukakan pikiran secara bebas, dan untuk bekerja secara bebas
dan untuk bekerja secara bebas sesuai dengan kemauan dan kemampuannya tanpa
campur tangan dari pemerintah.
Sebagai sebuah ideologi, liberalisme mengembangkan
suatu prinsip yang sangat menddasar sifatnya, seperti: 1) pengakuan terhadap
hak-hak asasi warga negara, 2) memungkinkan tegaknya tertib masyarakat dan
negara atas supremasi hukum, 3) memungkinkan lahirnya pemerintahan yang
demokratis, dan 4) penolakan terhadap pemerintahan totaliter.
3. Marxisme dan Leninisme
Berbicara tentang Marxisme, memang tidak terlepas dari
nama-nama tokohnya seperti Karl Marx (1818-1883) dan Fiedrich
Engels(1820-1895). Dari dua tokoh dunia inilah akar-akar komunisme dalam
pengertiannya yang sekarang ini mulai dikembangkan. Tiga hal yang merupakan
komponen dasar dari Marxisme adalah : 1) filsafat dialectical and historical materialism, 2)
penyikapan terhadap masyarakat kapital yang bertumpu kepada teori nilai tenaga
kerjaDavid Ricardo dan Adam Smith, serta 3) menyangkut
teori negara dan teori revolusi yang dikembangkan atas dasar konsep perjuangan
kelas. Konsep ini dipandang akan mampu membawa masyarakat ke arah masyarakat
komunis tanpa kelas.
4. Komunisme
Menurut teori asli marx, sosialisme dan
komunisme tidak akan mungkin bisa muncul di negara-negara yang tingkat
perkembangan ekonominya belum begitu maju.
Teori komunis tentang berkembangnya gerakan
komunis di negara-negara baru agak berbeda dengan teori aslinya yang
dikemukakan marx. Teori komunis sudah disesuaikan denga realita di
negara-negara baru, yaitu bahwa sebagian besar rakyat bukan proletar tetapi
petani. Tetapi kaum petani itu sendiri tidak dapat memimpin suatu revolusi.
Pemimpin –pemimpinnya yang tergabung dalam partai komunis yang berhasil terdiri
dari cendekiawan dan petani. Peranan proletor boleh dikatakn tidak menonjol.
Akan tetapi, dalam prakteknya tidak selalu
sedemikian. Misalnya, di India tidak semua daerah yang paling terbelakang
mendukung komunis. Justru didaerah-daerah yang paling terbelakang,
petani-petani berpikiran paling tradisional. Sering kali sikap menerima dan
pasrah sangat kuat diantara oarang miskin. Jadi, bukanlah kemiskinan sendiri
yang menimbulkan gerakan komunis.
5. Fasisme
Istilah fasisme dikembangkan dari istilah latin “fasces” yang merupakan simbol
kekuasaan pada zaman romawi kuno. Di italia”fasces” sebagai gerakan politik muncul setelah perang dunia
I dan sempat menguasai negara itu dari tahun 1922 sampai tahun 1943. Fasisme
sebagai gerakan politik lebih eksklusif sifatnya setelah dikaitkan dengan
gerakan-gerakan yang diorganisir oleh Benito Mussolini pada tahun 1919
Dalam
banyak hal, fasisme yang dikembangkan Mussolini dan Nazisme oleh Hitler sanga
dipengaruhi oleh pemikiran fichte dan Hegel. Fasisme dan Nazisme memandang
liberalisme sebagai satu ajaran dan gerakan yang lebih berorientasi kepada
pemuasan kebutuhan material dengan mengabaikan soal-soal moral dan spiritual.
Sebaliknya menganggap ideologi mereka lebih mendasarkan diri pada nilai-nilai
spiritual dan loyalitas daripada sekedar pemuasan kebutuhan perseorangan.
Hakikat fasisme adalah kepercayaan dan instink, dan bukannya akal atau ajaran.
Fasisme
menolak tegas gerakan pasifisme, demokrasi dan liberalisme tetapi mereka
cenderung mendekati nasionalisme dan imperealisme, serta lebih tertarik kepada
tradisi-tradisi zaman romawi. Negara dalam fasis dianggap terlepas dan ada di
atas setiap perintah moral. Negara berdiri atas semua individu dan kebebasan
individu dibatasi untuk memberikan perhatian sepenuhnya kepada negara. Negara
adalah diatas segala – galanya.
6. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai ideologi negara membawa
nilai-nilai tertentu yang digali dari realitas sosio budaya bangsa indonesia.
Oleh karena itu, maka ideologi pancasila membawakan kekhasan tertentu yang
membedakan dengan ideologi lain. Kekhasan itu adalah keyakinan akan adanya
Tuhan yang Maha Esa, yang membawa konsekuensi keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan yang Maha esa, kemudian juga penghargaan akan harkat dan martabat
kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak asasi manusia
dengan memperhatikan prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Sebagai sebuah ideologi, keberadaan ideologi
pancasila dilihat dari dimensi realitas membawakan nilai-nilai yang
mencerminkan realitas sosiobudaya bangsa indonesia, dari segi idealitas mampu
memberikan keyakinan akan terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan, dan dari
dimensi fleksibilitas, nilai-nilai yang ada didalamnya dapat dijabarkan secara
kontekstual agar senantiasa dapat menyesuaikan dinamika dan perkembangan
masyarakat.
E. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi bangsa indonesia
mengandung nilai – nilai dan gagasan dasar yang dapat dilihat dalam sikap,
perilaku, dan kepribadian bangsa indonesia. Pancasila sebagai ideologi bersifat
khas sebagai refleksi perilaku bangsa indonesia tercermin dalam setiap segi
kehidupannya. Nilai – nilai dasar tersebut bersifat dinamis.Artinya, upaya
pengembangan sesuai dengan perubahan dan tuntutan masyarakatbukan sesuatu yang
tabu sehingga nilai-nilai dasar itu tidak menjadi beku, kaku, dan melahirkan
sifat fanatik yang tidak logis. Atas dasar pemikiran tersebut, bangsa indonesia
telah menetapkan pancasila sebagai ideologi terbuka.
Menurut Alfian, ideologi yang baik
mengandung 3 dimensi yaitu : 1) dimensi realita, 2) Dimensi idealisme, 3)
dimensi fleksibel / pengembangan.(Oetojo Oesman dan Alfian, 1993:192)
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat
berinteraksi dengan perkembangan zaman,dan adanya dinamika internal. Dengan
demikian, ideologi tersebut tetap aktual, selalu berkembang dan dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan masyarakat.
Penegasan pancasila sebagai ideologi
terbuka, bukan saja merupakan suatu penegasan kembali pola pikir yang
dinamis dari para pendiri negara kita pada tahun 1945 tetapi juga merupakan
kebutuhan konseptual. Penegasan Pancasila sebagai ideologi terbuka membawa
implikasi : 1) bangsa indonesia harus mempertajam kesadaran akan nilai-nilai
dasarnya yang bersifat abadi, dan 2) bangsa indonesia harus menyadari adanya
kebutuhan untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
Perlu ditegaskan secara lugas tentang
pengertian “terbuka” dalam ideologi terbuka maksudnya adalah terjadi interaksi
antara nilai-nilai yang terkandung didalamnya dengan lingkungan sekitar.
Artinya, nilai-nilai dasarnya tetap dipertahankan dan bangsa memiliki
kesempatan untuk mengembangkan nilai instrumentalnya.
Pengertian terbuka adalah terbuka untuk interaksi
dengan lingkungan sekitar pada tatanan nilai instrumental. Tentunya saja perlu
digariskan batas-batas keterbukaan tersebut. Sekurang-kurangnya ada 2
pembatasan keterbukaan itu :
1. Kepentingan stabilitas nasional
Walaupun pada dasarnya semua gagasan untuk menjabarkan
nilai dasar dapat diajukan, namun jika sejak awal sudah dapat diperkirakan
gagasan itu akan menimbulkan keresahan yang meluas, selayaknya dicarikan
momentum, bentuk, serta metode yang tepat untuk menyampaikannya.
2. Larangan terhadap ideologi
Marxisme-Leninisme/ Komunisme
Keterbukaan ideologi pancasila pada tataran nilai
instrumental dan nilai praksisnya bukan berarti bangsa indonesia membuka diri
bagi faham komunisme. Sebaliknya, bangsa indonesia tetap waspada terhadap
kerawanan – kerawanan yang mungkin ditimbulkan oleh faham tersebut.
Marxisme-Leninisme-Komunisme memiliki wawasan yang negatif terhadap konflik
karena tidak mengenal perdamaian. Dalam pandangannya konflik hanya dapat
diakhiri, manakala salah satu pihak yang bertentangan mengalami kehancuran.
Prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai cita-citanya dipandang sebagai
konsep yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
·